Sejalan Dengan Adat Kampar, Ketua LAK Yusri Apresiasi Program Restorative Justice yang Dilaksanakan Kejaksaan
BANGKINANG - Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan pihak Kejaksaan Republik Indonesia khususnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar mendapat apresiasi dari masyarakat luas.
Hal ini diungkapkan Yusri Datuk Bandaro Mudo Ketua Lembaga Adat Kampar (LAK) kepada awak media Kamis 23 Juni 2022.
"Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak Kajari Kampar melalui program Restorative Justice seperti ini dampaknya luar biasa di masyarakat," ucap Yusri.
Selaku Ketua Lembaga Adat Kampar Datuk Bandaro Mudo sangat mendukung sekali program Keadilan Restoratif yang dilaksanakan Kejaksaan.
"Saya selaku ketua LAK dan masyarakat Kampar sangat mendukung dan bersyukur dengan adanya program Restorative Justice yang digagas Kejaksaan ini," ungkapnya.
Lebih lanjut Yusri menyampaikan, pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice ini sangat sejalan dengan adat Kampar dan di masyarakat adat Kampar sudah berlangsung dari zaman dahulu.
"Ini sangat sejalan dengan adat kita di Kampar, sampai hari ini sebenarnya permasalahan - permasalahan di Kampung tidak perlu naik ke ranah hukum, hanya dikenakan denda adat seperti, potong Ayam, Kambing atau yang lainnya. Pendekatan kekeluargaan itu didahulukan selangkah," jelasnya.
Selain itu dalam program Jaksa Menyapa di RRI Pro 2 Pekanvbaru 88,4 FM Kamis pagi 23 Juni 2022, Kejari Kampar juga mengangkat topik Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dalam dialog Interaktif yang disampaikan Kasi Intel Kejari Kampar Silfanus, bahwa keadilan Restoratif dalam peraturan Kejaksaan No 15 Tahun 2020, pada prinsipnya menyelesaikan perkara-perkara dan menghentikan penuntutan tanpa proses persidangan.
"Artinya, secara formil tetap ada administrasinya dan ada status hukumnya terhadap pelaku ini bahwa penuntutannya dihentikan. Dimana kategori perkaranya itu ada syarat-syarat yang dipersyaratkan dalam peraturan Kejaksaan," kata Silfanus.
Ia menjelaskan, bahwa syaratnya itu belum pernah di pidana dan maksimalnya ancaman 7 tahun. Kemudian kedua belah pihak, baik dari pelaku maupun korban ada kesepakatan untuk berdamai.
"Penghentian penuntutan ini bukan istilah baru lagi yang kita dengar. Ada juga penuntutan melalui Diversi berdasarkan UU sistem pengalihan penyelesaian perkara anak. Setiap tingkatan JPU diberikan kewenangan untuk memberhentikan penuntutan," beber mantan Penyidik Pidsus Kejati Riau itu.
Ia mengungkapkan, bahwa Diversi khusus untuk pada perkara anak hanya dilibatkan Kejari Kampar tanpa melibatkan peran penting dari tokoh masyarakat maupun pemerintah.
Kalaupun untuk Restoratif ini, baik pada perkara anak maupun yang anak sebagai pelaku juga maupun untuk orang dewasa, diharapkan peran aktif dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk sama-sama memediasi kan adanya perdamaian.
Dalam instruksi pimpinan dalam surat edaran Jaksa Agung Muda (JAM) Tindak Pidana Umum sebagai tindak lanjut dari Restoratif Justice, juga membuat kampung Restoratif Justice.
"Kampung Restoratif Justice itu dibuat, agar Kejari Kampar bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Dengan dibentuk rumah Restoratif Justice ini supaya nanti dibuat payung hukumnya juga," tukas Silfanus.
Komentar Via Facebook :