Hakim MK Sentil Lawyers KPU Kampar, Dari PHP Hingga Pakai Bahasa Indonesia Yang Benar

JAKARTA, DETAKKAMPAR.ID - Sidang lanjutan perkara perselisihan hasil pilkada Kabupaten Kampar 2024 kembali berlanjut, Kamis (30/1/2025). Perkara nomor 29 Kabupaten Kampar menjadi yang pertama membuka panel II, yang dipimpin hakim konstitusi Saldi Isra.

Memulai sidang, hakim konstitusi Saldi Isra, Didampingi hakim konstitusi Ridwan dan Arsul Sani menyampaikan kondisi hakim- hakim MK yang tidak bisa libur, dan harus bergelut dengan perkara dan alat-alat bukti yang menumpuk.

"Kalau kita di MK tidak ada libur. Masuk tetap pukul 08.00 WIB pagi pulang pukul 22.00 WIB malam. Bergelut dengan perkara dan tumpukan alat-alat bukti," ungkap Saldi Isra.

Lalu ia mempersilahkan kuasa hukum pihak terkait, KPUD Kabupaten Kampar, Sutanto yang duduk berdampingan dengan Andi Putra, Ketua KPUD Kabupaten Kampar.

Saat memulai membacakan, hakim Saldi Isra menyela kuasa hukum KPU Kampar yang menyebut perkera perselisihan dengan singkatan PHP, atau perselisihan hasil pemilu.

"Sudah dirubah pak, bukan PHP tapi PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum - red). Kalau PHP itu pemberi harapan palsu," ungkap Saldi isra tersenyum memecah suasana sidang MK.

Kuasa hukum KPU membacakan bantahan- bantahan dalil pemohon (Paslon nomor urut 4, yang mengajukan gugatan ke MK- red), yang pada intinya membantah dan meminta MK menolak keseluruhan dalil yang diajukan oleh pemohon

Diantaranya, terkait undangan kepada pemilih yang tidak dibagikan. Disampaikan KPU, bahwa semua sudah didistribusikan melalui PPK, PPS dan KPPS dengan total 88,3% dari total jumlah DPT yang telah dibagikan.

"Bukti2 tabel ini semua ada buktinya kan?" Tanya hakim MK mengingat tebalnya dokumen dari termohon. Hakim memastikan semua yang ada akan diperhatikan, diteliti dan dipelajari.

Kuasa hukum KPU juga menyebut tuduhan ketidaknetralan ASN Kepala Desa dan aparatur desa tidak berdasarkan. Begitupun dengan dugaan money politics. Semua merupakan ranah pelanggaran pidana yang diselesaikan melalui Gakkumdu dan bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi.

"Tidak terdapat putusan pengadilan, karena ini sudah masuk pidana dan tidak ada putusan pengadilan," ujar Sutanto.

Begitupun dengan dugaan adanya pengancaman dengan menggunakan "Sajam" kepada salah seorang saksi. Merupakan bagian dari pidana pemilu.

Pada saat menyebut "Sajam" Hakim MK meminta kuasa hukum KPU menggunakan bahasa Indonesia yang benar. 

"Sajam itu apa pak, pakai bahasa Indonesia yang benar," ungkap hakim memperjelas "Sajam" yang dimaksud adalah merupakan senjata tajam. (*)

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait